Quezon city, FilipIna – Setelah dua tahun tidak ada aktifitas fisik, Pusat spiritualitas ontfort, dipinpin oleh pastor Federick Yumang, SMM, Bersama dengan PMRSH, membuka pintu pada umat beriman dalam Rekoleksi Prapaskah Bersama Santa Maria dan Santo Yosep pada 19 Maret 2022. Rekoleksi bertema “berjalan Bersama orang-orang terpinggiran dengan St. Yosep.” Pastor Muricio “Mau” Ulep, CMF sebagai pembimbing rekoleksi.
Pastor Mau sekarang ini adalah pimpinan Komisi Pendidikan Kalresian yang mempelopori Asosiasi Sekolah Klaret di Filipina. Pelayanannya dalam bidang Pendidikan diperluas dengan Private Education Assistance Committee (PEAC) dan Philippine Accrediting Association of Schools, Colleges and Universities (PAASCU).
“May lakad ka? (Anda berjalan-jalan?)” Adalah pertanyaan permenungan pertama yang ditanyakan Pastor Mau kepada para perserta. Dia juga bertanya, “Undangan apa yang diberikan Gereja untuk kita lakukan?” Hal ini mendesak kita untuk berjalan dalam pinggiran – berjalan ke tempat yang tebuang, seperti saran Paus Fransiskus bahwa kita “berjalan di pinggir.” Gereja Katolik menyatakan bahwa kita adalah gereja orang-orang miskin, dan kita hanya dapat menjadi gereja orang-orang miskin kecuali dengan mengetahui bagaimana berejalan di pinggir. Dia menegaskan Kembali bahwa Ketika kita berjalan Bersama St. Yosep, “lahat tayo kayang magbigay ng pagpapatunay (witnessing) kung paano tayo mamuhai.”
Ketika kita dikedalikan oleh tidakan kita dan melakukan apa yang kita lakukan, kita bertanya pada diri sendiri:”mengapa saya melakukan ini?” tentu kita melakukannya dengan alasan tertentu dan bukan tanpa alasan. Dalam dua tahun terakhir, Yesus telah banyak mengajar kita dalam krisis ini. Seperti kita tetap melakukannya, sangat baik jika kita menuliskan pelajaran dan masukan-masukan, berharap bergerak maju dengan lebih baik. Kemudian, kita meneliti diri kita sendiri: kemana kita akan pergi? Pertanyaan ini penting untuk berbicara tentang tujuan, tentang arah hidup kita. Jika takdir kita adalah Kerajaan Allah, adalah baik jika kita berjalan bersama seseorang teman yang memiliki tujuan yang sama dengan kita. Tujuan adalah alasan juga, dan tujuannya adalah Allah. Dalam segala hal yang kita lakukan, Allah adalah alasan utama mengapa kita melakukan apa yang sedang kita lakukan. Jika kita kehilang jejak tujuan perjalanan ini, cara ber-evangelisasi ini, maka tidak ada evangelisasi sama sekali.
Kita perlu focus pada alasan mengapa meakukan tugas ini. Sikap “Ah Basta! (Ah, hanya!)” tidak akan menjadi efektif karena hal itu mengalihkan dan mengganggu kita dari penyelarasan tujuan dan alasan kita dalam menyelesaikan misi kita. Bagi kita, untuk mencapai tujuan, konsistensi adalah kunci Ketika kita melihat Kembali dari mana kita berjalan. Kita semua adalah misionaris dalam mengidentifikasi Yesus.
Sebuah misi adalah tidandakan yang menantang, dan salah satu bagian dari misi adalah melayani orang. Namun, yang pertama dan terutama, kita melakukan misi karena hal itu adalah pelayanan kita pada Tuhan. Ketika kita melakukan misi di pinggiran, berjalan Bersama orang-orang terpinggirkan dalam kehidupan masyarakat, pada saat itulah kita mengerti nasib buruk mereka, kondisi mereka, dan perspektif mereka. Kita tidak dapat melanjutkan kehidupan pada dunia yang tertutup. Adalah sebuah keharusan untuk melihat dunia luar, mengambil resiko melewati kenyamanan kita. Hanya dengan mengahadirkan keseluruhan diri kita di keadaan itu, kita sudah melakukan pelyanan. Seperti St. Louis-Mare de Montfort mengajar kita, hanya dengan mengambil resiko maka kita melakukan sesuatu yang besar bagi Allah.
Pada Sore hari, program ini dilanjutkan dengan doa Tujuh Penderitaam Perawan Maria. Hal ini dilanjutkan dengan gambaran Misi Continental asia tahun 2022 pada umat oleh pastor Federick YUMANG, SMM.
Kemuliaan bagi Allah saja!
S. Caridad LANSANG, AMM