foto para formator dan formadi dan sebuah formasi

Sejarah Formasi SMM di Indonesia

Formasi adalah bagian penting dalam perkembangan Montfortan di Indonesia. Ada banyak pertimbangan yang dilakukan oleh para missionaris Montfortan untuk mendirikan formasi khusus di Indonesia. Setelah membuat sebuah refleksi Bersama dan disetujui oleh Superior Jendral, maka formasi khusus di Indonesia didirikan. Maka dibuatlah novisiat. denga demikian mulailah babak baru dalam kehidupan dan pertumbuhan Montfortan di Indonesia maupun secara Internasinal. 

Usaha Pertama Membuka Novisiat

Setelah puluhan tahun para Montfortan berkarya di Kalimantan, beberapa pemuda mulai menyatakan niatnya untuk menjadi Montfortan. Dengan demikian musyawarah regio juga membicarakan tentang formasi calon-calon Montfortan pribumi. Fakta memperlihatkan bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun (1965–1975), SMM telah bertambah dengan 12 misionaris muda (10 imam dan 2 bruder), namun sebaliknya dalam kurun yang sama sekian misionaris perintis juga telah pulang meninggalkan Indonesia. Berdasarkan kenyataan ini pemimpin musyawarah melontarkan beberapa pertanyaan: Bagaimana dengan masa depan SMM di Indonesia? Apakah kita mempertahankan prinsip bahwa para calon harus terlebih dahulu menjadi imam Projo baru melamar menjadi Montfortan? Apakah tidak sebaiknya kita memikirkan sebuah rumah pembinaan Montfortan di Malang atau di Bandung? Jika memilih di Bandung, apakah kita akan membuka rumah pendidikan bersama dengan Projo Keuskupan Sintang? Apakah ada seseorang di antara kita yang sanggup menjadi pembina para calon? Dengan disetujuinya ide untuk membuka formasi calon Montfortan pribumi ini maka Regio Indonesia menginjak suatu titik bersejarah yang menentukan masa depan SMM di Indonesia. Kita harus mengakui bahwa sampai saat itu, Serikat Maria Montfortan belum berbuat banyak untuk mempromosikan panggilan Montfortan pribumi, bahkan sampai 1978 pun sebenarnya para misionaris belum mau menerima anggota baru Indonesia. Ada yang beranggapan bahwa SMM datang ke Indonesia bukan untuk mencari pengikut, melainkan untuk membantu mendirikan Gereja lokal, namun jika ada seseorang yang bersikeras ingin bergabung dengan Serikat Maria Montfortan, maka ia harus mengikuti pendidikan sampai menjadi imam Projo, kemudian baru kelayakannya untuk menjadi Montfortan akan diamati dulu. Ada juga yang kuatir kalau Montfortan pribumi tidak akan berkembang menjadi besar dan hanya akan menjadi kelompok kecil yang berjalan sendirian tanpa ada yang mendukung. Pandangan-pandangan para misionaris ini tidak terlepas dari situasi dan kondisi saat tertentu dalam sejarah misi, wilayah yang luas dan sulit dijangkau, jumlah tenaga yang tidak pernah mencapai angka yang diharapkan, generasi para perintis yang bertambah tua dan calon-calon imam yang sangat sedikit.

Memulai Novisiat

Setelah Aloisius Djamal dinilai pantas untuk memulai formasi novisiatnya, akhirnya pada tanggal 14 November 1979 Pater Regional Lam van den Boom menulis sepucuk surat kepada Pater Hub Somers dan sepucuk lagi kepada Pater Jenderal Gendrot untuk meminta izin membuka novisiat di Putussibau serta mengangkat Wim Peeters untuk menjadi magisternya atau formator di novisiat. Surat balasan Pater Gendrot, 26 November 1979, ternyata mengizinkan Pater Lam membuka novisiat pada tanggal 8 Desember 1979 di pastoran Putussibau. Sementara itu surat 28 November 1979, pater provinsial menyampaikan keputusan bahwa atas persetujuan pater jenderal dan dewannya, ia mengangkat Pater Wim Peeters sebagai magister novis dan Pater Janus van der Vleuten sebagai socius. Inilah team formasi Montfortan pertama di Indonesia. Pada tanggal 8 Desember 1979, yaitu Hari Pesta Maria Dikandung Tanpa Noda, novisiat yang baru berdiri ini resini dibuka. Sedangkan tahun novisiat Aloisius Djamal yang sesungguhnya, baru dinyatakan resmi dimulai pada tanggal 2 Februari 1980, yaitu pada saat ia menerima jubahnya. (Ia menyelesaikan novisiat pada tanggal 25 Maret 1981 dan mengucapkan kaul pertama dalam Serikat Maria Montfortan. Bruder Djamal adalah satu-satunya novis yang menjalankan novisiatnya di Putussibau.) Pada awalnya magister dan socius masih merangkap sebagai petugas karya pastoral di Paroki Putussibau. Tugas magister baru menjadi purna waktu ketika para calon bertambah banyak dan rumah postulat/novisiat sudah dipindahkan dari Putussibau ke Sungai Durian di Kota Sintang pada tahun 1983, yaitu setelah berusia sekitar 3 atau 4 tahun setelah diresmikannya.

Novisiat dan Penanganan Calon Baru

Proses memindahkan novisiat dari Kota Putussibau ke Kota Sintang pada tahun 1983 seperti yang pernah disinggung sebelumnya itu, sebenarnya juga didorong oleh bertambahnya para calon Montfortan di antaranya 3 orang yang berprofesi guru dan juga seorang pastor yaitu Pastor Mateus Rampai, Pr yang saat itu memang masih studi liturgi di Roma, namun bermaksud menjadi Montfortan. Oleh sebab itu mengapa pada tanggal 1 November 1982 dewan regio berkumpul lagi di Sintang dan membicarakan pembelian sebuah rumah di belakang pastoran Sungai Durian, Sintang. Rumah kecil dan sederhana itu akan disesuaikan untuk kegiatan pater magister dengan dua novisnya, walaupun sebenarnya belum jelas betul apakah rumah itu memadai untuk dijadikan novisiat jika terdapat peningkatan jumlah calon-calon imam. Bagaimanapun juga dewan memutuskan untuk sementara waktu menjadikan rumah sederhana ini sebagai novisiat dengan catatan bahwa jika jumlah novis bertambah, maka akan dipikirkan lagi untuk membangun gedung novisiat yang baru. Memang tampaknya Sintang lebih tepat daripada Putussibau, karena Sintang memiliki PGAK dan di situ jumlah Montfortannya pun lebih banyak. Sebuah rumah pembinaan di Sintang akan dapat memberikan kesempatan untuk mengenal para calon dengan lebih baik, serta dapat hidup dan berdoa bersama di bawah bimbingan Pastor Wim Peeters.

Novisiat SMM di Bandung

Berita gembira ini diterima tepat pada pembukaan musyawarah regio tanggal 17 Januari 1985, musyawarah regio yang membicarakan dua persoalan pokok, yaitu tentang formasi Montfortan di Bandung dan pembangunan Biara Montfort di Menyurai Sintang. Ternyata Dewan vBelanda memberi reaksi yang positif. Hal ini mengisyaratkan lampu hijau untuk dimulainya novisiat Juli 1985 di Bandung. Untuk memindahkan novisiat dari Sintang ke Bandung ini Pater Regional Kees Smit pun, pada tanggal 2 Maret 1985, meminta izin kepada Pater Jenderal Gerard Lemire. Setelah Pater Kees mendapat izin tertulis dari pater jenderal melalui suratnya tertanggal 11 April 1985, Piet Derckx langsung ditugaskan untuk mencari sebuah rumah yang cocok untuk menjadi Novisiat

Montfortan di Bandung.

Piet pun bergerak, iklan-iklan koran terus menerus ia pelototi dan selama satu dua bulan Piet berkeliling Bandung mencari dan mencari. Setelah hampir putus asa, tiba-tiba kepadanya ditawarkan di Jalan Gunung Kencana sebuah rumah keluarga dengan bangunan tambahan delapan kamar yang selama itu dijadikan indekos mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan. Provinsi Belanda ternyata segera mentransfer uang untuk membeli baik rumah maupun tanah di sebelahnya. Selama itu tanah di sebelah rumah itu dipergunakan sebagai tempat sampah dan tempat untuk berolah raga oleh lingkungan sekitar. Oleh karena itu, untuk menghindari timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan dengan tetangga, maka dibuatlah kesepakatan dengan si pemilik lama tanah itu agar sebelum saat penyerahan ia mau membersihkan tanah itu terlebih dahulu serta membangun tembok di sekelilingnya. Dan akhirnya … semuanya beres pada waktunya!! Setelah pulang dari cuti di Belanda, Pater Wim secara resmi memulai masa pembinaan para calon Montfortan di Bandung pada akhir Juli. Setiap Senin dan Selasa lima novis mengikuti pelajaran Tahun Rohani bersama para calon Projo dan Novis OSC di Jalan Nias No.2 Bandung. Sedangkan dua orang, yaitu Maryos dan Ain langsung menjadi mahasiswa Fakultas Teologi dan Filsafat Universitas Parahyangan dan kuliah di gedung yang sama di Jalan Nias 2.

Seminari Montfort di Sukasenang

Rumah formasi novisiat di Gunung Kencana sudah berjalan tiga tahun. Sebentar lagi angkatan kedua sudah akan menyelesaikan masa novisiatnya dan mengikrarkan kaul-kaul kebiaraan. Melihat peningkatan jumlah novis dan ketidaklayakan untuk menempatkan para novis dan para skolastik di bawah atap yang sama, maka sebuah rumah baru mau tidak mau harus didirikan. Pada awal tahun 1988 seseorang menawarkan sebuah rumah di sudut Jalan Sukasenang I dan Jalan Sukasenang III. Rumah itu akhirnya dibeli dengan bantuan dana dari Provinsi Belanda. Rumah itu berdiri di atas tanah seluas 580 m² dengan bangunan seluas 470 m, terletak di Bandung Timur, wilayah Paroki Santo Odilia, Cicadas Bandung, tepatnya di Jalan Sukasenang I/7 dengan kode pos 40124. Rumah baru ini sudah lebih dari setahun tanpa penghuni sehingga perlu mengalami perbaikan. Setelah diperbaiki, keseluruhan rumah jadi terdiri dari satu kamar tamu, satu ruang perpustakaan, satu kamar makan, serta 9 kamar tidur. Pada bulan Agustus 1988 rumah ini baru dihuni oleh 6 orang, yaitu: Pater Piet Derckx sebagai rektor, Frater Stepanus Maryos angkatan tahun 1985 (semester 7) yang sedang menjalani SOP (Semester Orientasi Pastoral) di Sintang, dua orang frater semester V, yaitu Fransiskus Ngadilan dan Vincentius Riyanto yang pernah menjadi katekis di Keuskupan Sintang, sedangkan frater angkatan berikutnya adalah Ignatius Widodo yang mantan guru SMA Panca Setya dan Vincentius Haryanto

Pemberkatan Rumah Formasi dan Pengucapan Kaul

Bertepatan dengan Hari Raya Santa Maria Diangkat ke Surga, pada tanggal 15 Agustus 1988 Seminari Montfort dibuka secara resmi dengan pemberkatan rumah yang dilanjutkan dengan upacara pengikraran kaul pertama dari Ignatius Widodo dan Vincentius Haryanto serta pengikraran kaul ulang Frater Riyanto dan Frater Fransiskus Ngadilan. Menurut rencana Frater Stepanus Maryos juga akan membahan kaulnya di Bandung, tetapi karena melaksanakan tugas SOP, maka pembaharuan kaulnya dilaksanakan di Sintang.
Upacara peresmian rumah serta pengucapan kaul cukup mendapat perhatian dari berbagai lapisan masyarakat Gereja. Kurang lebih 160 orang hadir dalam acara tersebut, sehingga memenuhi ruangan kapel, ruang makan, ruang perpustakaan dan ruang tamu. Kondisi seperti itu tidak memungkinkan semua orang memperoleh tempat duduk yang tersedia sangat terbatas. Walaupun upacara tersebut hampir bersamaan dengan acara pentahbisan seorang imam diosesan Keuskupan Bandung, namun Mgr. Alexander Djajasiswaya, Pr dan beberapa imam yang ikut acara pentahbisan masih menyempatkan diri untuk menghadiri upacara dan pesta pemberkatan Seminari Montfort serta pengucapan kaul keempat frater kita. Sejumlah suster dari berbagai serikat dan ordo yang berdomisili di Bandung, beserta umat dari lingkungan Sukasenang maupun dari Ciumbuleuit, kebanyakan mengikuti seluruh acara.

Skolastikat dan Novisiat di Bandung

Setelah ujian akhir semester, tanggal 23-26 Juni 1990, penghuni Seminari Montfort Sukasenang telah pindah ke rumah baru yang berlokasi di dekat International School, Jalan Surya Sumantri No. 83, Bandung 40164. Setelah urusan pemindahan beres, kepada para skolastik diberi kesempatan untuk menengok kampung halaman dan keluarganya., Terhitung agak cepat juga rumah SMM yang baru dikosongkan dan ditinggalkan itu menemukan pembelinya, yang tak lain adalah Pak Dede yang masih tetangga di situ juga, yaitu penghuni Sukasenang III. Pak Dede menjadikan rumah itu sebagai rumah-toko untuk berdagang kain. Sesuai dengan perjanjian, hasil penjualan rumah Skolastikat Sukasenang ini dijadikan modal untuk membiayai formasi para Montfortan muda. Sejak bulan Juli 1990 gedung baru Seminari Montfort di Surya Sumantri yang akan dijadikan skolastikat itu dihuni oleh tiga kelompok calon Montfortan, yaitu para frater skolastik, para novis, dan para postulan bruder. Rumah itu cukup luas untuk menampung mereka semua termasuk para pembina. Para novis bisa menempati rumah baru itu karena rumah novisiat di Gunung Kencana sedang diperluas, sehingga untuk sementara waktu para novis tinggal dulu di skolastikat. Jumlah novis tahun ajaran 1990/1991 cukup menggembirakan yaitu 18 orang, yang terdiri dari 12 novis tahun pertama dan 6 novis tahun kedua. Selain itu, 4 bruder postulan sedang menjalankan postulatnya di bawah pimpinan Pater Piet Derckx di skolastikat.

Salah satu pertanyaan yang sering terdengar ialah: “Dari mana dan bagaimana kalian mendapat calon sedemikian banyaknya?” Sebagian dari calon Montfortan berasal dari Kalimantan, dari daerah para Montfortan berkarya, sebagian lagi dari Flores dan sebagian lainnya dari Jawa. Masing-masing pulau mempunyai kebudayaan dan adat istiadatnya sendiri-sendiri, hal mana membuat SMM mendapatkan calon-calon dari kebudayaan dan latar belakang yang beraneka ragam. Pater Kees Smit merekrut di Kalimantan, Pater Wim Peeters merekrut di Jawa dan Flores. Mereka merekrut dengan menggunakan metode sendiri-sendiri. Di Flores SMM memiliki penghubung-penghubung, dengan siapa kita bisa berkontak secara rutin, dan setahun sekali Piet Derckx atau seorang konfrater lainnya akan menemui penghubung-penghubung tersebut serta berkeliling mengunjungi tempat-tempat lain di sana. Berkeliling di Flores memang melelahkan tetapi juga sangat menarik. Sekitar dua atau tiga minggu diperlukan antara lain untuk mengunjungi seminari-seminari, sekolah-sekolah, bertemu dengan para penghubung dan para calon yang telah melamar menjadi Montfortan.

Pertanyaan kedua yang sering muncul ialah: “Bagaimana pendidikan dan pembinaan di novisiat?” Para novis menerima pelajaran agama, kitab suci, spiritualitas, doa, dll. dari tim pengajar Tahun Rohani: OSC, SMM, OSU dan Projo. Dua sampai empat hari dalam seminggu para novis bersepeda ke kota untuk mengikuti pelajaran bersama para frater Salib Suci, Projo dan suster Ursulin di Jalan Nias. Kadang-kadang mereka juga menjalankan proyek sosial dan terjun ke masyarakat untuk belajar bergaul dengan orang kecil dan miskin. Pada akhir Tahun Rohaninya, selama dua minggu para frater/bruder ditugaskan untuk bekerja sebagai kuli bangunan di Jakarta. Mereka harus hidup bersama dan seperti para kuli, mereka hidup dari apa yang mereka terima sebagai gaji honor. Di luar ajaran-ajaran/pembinaan-pembinaan itu semua (yang diterima di luar rumah), para novis juga menerima pelajaran dan pembinaan di rumah Pater Magister Wim Peeters yang dibantu oleh konfrater-konfrater pembina dari skolastikat. Pelajaran dan pembinaan yang diberikan bertujuan membantu para novis menjadi biarawan Montfortan yang hidup, berdoa dan berkarya bersama dalam mengikuti semangat Santo Montfort.

Perpindahan Novisiat dari Bandung Ke Ruteng

Pada bulan April 2001 mulai membangun kompleks Novisiat Montfortan di Langgo, Kelurahan Carep, Kecamatan Langke Rembong, Ruteng. Dalam rapat tanggal 14 – 16 Mei 2001 di Bandung, dewan delegasi membicarakan masa pemindahan novisiat dari Bandung ke Ruteng. Suhubungan dengan selesainya pembangunan gedung novisiat (diperkirakan tahun 2002). Untuk memindahkan novisiat ke Ruteng ini, banyak sekali urusan yang harus dikerjakan. Tidak setiap orang memiliki talenta yang sama, syukurlah, karena jika demikian maka banyak hal pasti akan dilupakan. Pater Wim menyiapkan hal-hal seperti buku misa, dupa, pokoknya semua yang berkenaan dengan alat-alat liturgis. Pater socius melihat bahwa segalanya telah berjalan dengan baik. Para konfrater dari rumah regionalat juga memperhatikan sisanya. Dan tak dapat dilupakan juga bahwa berkat dukungan dan bantuan para sponsor, novisiat dapat mengirim selain buku-buku perpustakaan, sepeda-sepeda disb, juga inventaris untuk 50 kamar berupa tirai, jendela, sprei, sarung bantal, selimut. Setelah semuanya dikemas dengan baik, dua truk besar penuh barang dikirim ke Flores. Pengiriman barang berjalan dengan lancar.

Perpindahan Skolastik dari Bandung ke Malang

Secara resmi, tanggal 4 Juni 2005 merupakan saat di mana rumah formasi yang beralamat di Jalan Surya Sumantri 83 sudah harus ditinggalkan oleh para penghuninya yang terdiri dari 18 frater, 2 formator dan 2 karyawan/wati. Selepas ujian akhir semester, para penghuni Seminari Montfort mulai berbenah. Pembenahan rumah kali ini bertujuan untuk meninggalkan rumah ini untuk selama-lamanya.
Selama tanggal 23-29 Mei, frekuensi pengangkutan dan pengiriman barang menjadi semakin meningkat. Rumah pun semakin cepat tampak kosong, dan misa tanggal 29 Mei di kapel Seminari Montfort sudah merupakan misa mingguan yang terakhir. Banyak umat yang hadir dan boleh dikata sudah sangat membeludak hingga karpet tiba-tiba lebih berfungsi sebagai tempat duduk karena di samping jumlah umatnya yang jauh lebih banyak dari biasanya, juga karena sudah banyaknya kursi-kursi yang diangkut ke Malang. Dua hari setelah misa terakhir itu, tibalah saatnya bagi para frater angkatan 2003 untuk benar-benar meninggalkan rumah itu dan berangkat ke Malang.

Dengan peristiwa pemindahan rumah formasi dari Bandung dan peresmian skolastikat di Malang itu, delegasi SMM menutup suatu babak dan memulai lagi suatu babak yang baru. Uskup Pandoyoputro pada saat pemberkatan mengatakan, “Gedung Seminari Montfort ini diharapkan bukan hanya indah dari segi penampilan lahiriahnya saja, tetapi lebih menjadi sumbangan kekayaan rohani khususnya bagi umat sekitarnya dan Gereja Keuskupan Malang. Pengaruh yang mengalir dari Serikat Maria Montfortan telah dirasakan oleh umat di wilayah Keuskupan Malang terutama melalui perkumpulan rohani Legio Maria. Bukan bangunan dari batu yang akan menentukan, tetapi berlipat gandanya pengaruh rohani yang dibawakannya. Seminari Montfort yang disebut ‘Pondok Kebijaksanaan’ ini menunjuk kepada karya Allah dalam pikiran, hati dan jiwa seluruh penghuninya sendiri dan mengimbas kepada umat yang akan dilayaninya melalui karya pastoral bila ada kesempatan untuk bertemu di dalamnya … Kami yakin bahwa Serikat Maria Montfortan memiliki sistem dan spiritualitas yang mampu membekali, menyiapkan calon-calon imam yang berkualitas yang siap untuk mengambil peran sebagai utusan karya penyelamatan jiwa-jiwa.”

Aspiran
Ide pendirian rumah formasi Aspiran SMM Indonesia semakin berhembus kuat, ketika SMM Indonesia melalui para Dewannya membicarakan dan memutuskannya untuk segera memulai hal itu dan Komunitas Novisiat SMM, Ruteng diberi ruang yang cukup luas untuk memikirkan, mendiskusikan dan mulai menyusun draft program pembinaan para calon Aspiran. Selain itu, mereka juga diberi kepercayaan untuk mulai mencari rumah kontrakan yang kelak dijadikan sebagai Rumah Formasi Aspiran SMM Indonesia yang pertama. Pater Stef, Pater Anton, Pater Marsel, Pater Fidel, Pater Borgias mulai berpikir keras untuk mewujudkan hal ini. Setelah memertimbangkan berbagai aspek soal pemilihan rumah dan lokasinya, Pater Marsel, selaku Ekonom Komunitas Novisiat, dibantu oleh Pater Fidel (pendamping postulant) bersama-sama mencari dan melegorumah yang akan dikontrakkan. Ada beberapa rumah yang diincar, dan akhirnya hanya satu yang didapat dan hal itu cukup memenuhi keinginan, aspirasi dan atau harapan para formator novisiat. Setelah rumah kontrakan itu disepakati untuk dijadikan sebagai Rumah Aspiran (Rumah Bapak Valentinus Gara), para formator novisiat mulai duduk bersama lagi untuk membuat draft program pembinaan Aspiran SMM. Hal yang dikerjakan di sini ialah mereka bersama-sama menggodok visi-misi komunitas Aspiran dan beberapa aturan hidup harian di dalamnya.

Setelah visi-misi dan draft pembinaan Aspiran dirumuskan, Pater Fidel yang dipercayakan sebagai animator panggilan Regio Flores perlahan-lahan mulai menjaring para calon Aspiran angkatan pertama. Usaha dan kerja kerasnya ternyata tidak sia-sia, dari duapuluhan calon yang mendaftar ada 13 calon yang secara definitif diputuskan diterima ke dalam Komunitas Aspiran. Ketigabelas pemuda tersebut datang dari beberapa wilayah atau daerah dengan latar-belakang budayanya yang berbeda-beda. Mereka kemudian diterima secara resmi pada tanggal 6 Juli 2014 oleh Pater Fidel,SMM yang telah dipercayakan oleh Pater Provinsial sebagai Pimpinan Komunitas (Rektor Domus).