Foto SMM di Indonesia sedang foto bersama

Perkembangan SMM Di Indonesia

I. Peralihan Tongkat Estafet
Perkembangan SMM di Indonesia tidak terlepas dari keputusan para Misionaris SMM untuk membuka formasi khusus SMM. Dengan adanya formasi untuk SMM maka terbuka kesempatan untuk orang-orang Indonesia yang terpanggil untuk mengikuti jejak Santo Montfort dapat tergabung dalam SMM dan melanjutkan karya SMM di Indonesia.

1. Putra Sulung SMM Indonesia
Fomasi SMM sudah dimulai sejak dibukanya Postulat dan Novisiat di Putussibau pada tahun 1980. Keputusan. Keputusan para misionaris pada pertengahan dasawarsa delapan puluhan untuk Mendidik Montfortan  pribumi, tak pernah terlepas dari pertanyaan: Akankah serikat Bertumbuh subur? Sanggupkah serikat berjuang melawan badai yang sewaktu-waktu Menerjang dan bahkan mungkin mencampakkannya ke dalam ketakberdayaan? Setelah sekitar sepuluh tahun, pertanyaan itu mulai terjawab, bukan dengan Penjelasan verbal melainkan dengan hasil nyata karya formasi.

Pada Pesta Maria Dikandung Tanpa Noda tanggal 8 Desember 1994 para Frater Widodo, Mateus dan Konradus mengikrarkan kaul kekalnya dalam Serikat Maria Montfortan. Ini adalah upacara kaul kekal pertama dalam sejarah Montfortan Regio Indonesia. Sejak saat itu mulai kelihatan bahwa SMM tumbuh gagah bagaikan pohon Yang banyak menyimpan harapan. Sekarang sudah berbunga dan pada saatnya akan Menghasilkan buah. Semua pertanyaan yang bernada keraguan mulai berguguran, dan Kuncup harapan kian bersemi.

Pada 14 Mei 1995 Diakon Widodo, SMM ditahbiskan menjadi imam di Katedral Kristus Raja, Sintang. Memang Pastor Widodo bukan imam SMM Indonesia yang pertama, karena Pastor Aloysius Ding adalah SMM Indonesia yang pertama, tetapi Pastor Widodo merupakan timam pertama dalam formasi SMM Indonesia.

2. Peralihan Rektor seminari
Setelah lima tahun bekerja rangkap sebagai rektor seminari dan regional, dalam rapat Dewan regio 26 Juni 1997 Pater Piet mengungkapkan bahwa saatnya telah tiba untuk Menjadikan tugas regional sebagai tugas purna waktu dan memisahkan fungsi rector Dengan regional. Perkembangan regio sudah menuntut seorang regional benar-benar Memperhatikan komunitas-komunitasnya dengan sering mengunjunginya. Untuk Mewujudkannya, dewan perlu memikirkan dan menyiapkan tenaga dan sarana. Tenaga Untuk rektor seminari atau regional mesti disiapkan dalam waktu beberapa tahun.

Setelah pertemuan mendadak, maka terpilihlah Pastor Widodo, SMM sebagai rektor seminari yang baru menggantikan pastor Piet, SMM

3. Peralihan Tongkat Estafet kepemimpinan Delegasi
Sebelum musyawarah, dewan delegasi telah berkumpul, di antaranya untuk membicarakan surat Pater Jenderal Considine tentang pergantian pimpinan delegasi. Menanggapi isi surat pater jenderal, dewan membentuk panitia “Jajak Pendapat” yang terdiri dari P. Kasmir dan P. Nico Schneiders. Untuk mendukung karya panitia yang berdasarkan petunjuk pater jenderal ini, Pater Superior Delegasi mengirim surat bagi setiap anggota delegasi yang berhak mengikuti pemilihan pimpinan delegasi.

Pada bulan Juni 2003, Pastor Superior Jendral mengirimkan surat keputusan yang terkait dengan pergantian pimpinan Delegasi SMM Indonesia. Dalam surat ini, Pastor Superior Jendral menyatakan bahawa superior Delegasi Indonesia adalah Pastor Ignatius Widodo. Anggota-anggota dewannya adalah Pastor Konradus Hancu, Bruder Yusup Gunarto dan Pastor Joseph Putra Dwi Darma Watun.

II. Perubahan Komunitas
Perekembangan SMM tidak terlepas dari pertambahan anggota. Pertambahan anggota SMM yang sudah berkaul kekal dan berkaul sementara membawa perubahan komposisi komunitas-komunitas SMM yang ada. Kini mulai tidak hanya di isi oleh konfrater dari Belanda tetapi juga konfrater dari Indonesia. Sebuah kesempatan untuk menstrasfer pengetahuan spiritualitas, pastor, dan hidup berkomunitas. Komunitas Putussibau dipimpin oleh Pastor Smit dengan anggota komunitasnya: frater Konradus, Fr. Mateus dan Fr. Yohanes Gausana. Komunitas Banua Martinus diisi oleh Pastor Hoogland bersama Br. Frans Kemaya dan frater TOP. Demikian juga dengan komunitas-komunitas yang lain.

Kegembiraan akan perkembangan SMM di Indonesia, tak terlepas juga dari rasa kehilangan beberapa konfrater Belanda yang karena kondisi kesehatan harus kembali ke Belanda. Kepulangan para misionaris yang sungguh berjasa bagi Gereja dan SMM di Indonesia, membawa dapak perubahan pada komunitas-komunitas yang mereka tinggalkan. Pastor Smit sebagai pimpinan komunitas Putussibau harus kembali ke belanda dan digantikan oleh Pastor Konradus Hancu. Pastor Hang dan Pastor Hoogland yang bertugas di Banua Martinus kembali ke Belanda dan digantikan oleh Pastor Stefanus Seli.

III. Perkembangan Formasi

1. Perpindahan Novisiat dari Bandung Ke Ruteng
Pada bulan April 2001 mulai membangun kompleks Novisiat Montfortan di Langgo, Kelurahan Carep, Kecamatan Langke Rembong, Ruteng. Novisiat di Ruteng. Dalam rapat tanggal 14 – 16 Mei 2001 di Bandung, dewan delegasi membicarakan masa pemindahan novisiat dari Bandung ke Ruteng. Suhubungan dengan selesainya pembangunan gedung novisiat (diperkirakan tahun 2002)

Untuk memindahkan novisiat ke Ruteng ini, banyak sekali urusan yang harus dikerjakan. Tidak setiap orang memiliki talenta yang sama, syukurlah, karena jika demikian maka banyak hal pasti akan dilupakan. Pater Wim menyiapkan hal-hal seperti buku misa, dupa, pokoknya semua yang berkenaan dengan alat-alat liturgis. Pater socius melihat bahwa segalanya telah berjalan dengan baik. Para konfrater dari rumah regionalat juga memperhatikan sisanya. Dan tak dapat dilupakan juga bahwa berkat dukungan dan bantuan para sponsor, novisiat dapat mengirim selain buku-buku perpustakaan, sepeda-sepeda disb, juga inventaris untuk 50 kamar berupa tirai, jendela, sprei, sarung bantal, selimut. Setelah semuanya dikemas dengan baik, dua truk besar penuh barang dikirim ke Flores. Pengiriman barang berjalan dengan lancar.

2. Perpindahan Skolastik dari Bandung ke Malang 
Secara resmi, tanggal 4 Juni 2005 merupakan saat di mana rumah formasi yang beralamat di Jalan Surya Sumantri 83 sudah harus ditinggalkan oleh para penghuninya yang terdiri dari 18 frater, 2 formator dan 2 karyawan/wati. Selepas ujian akhir semester, para penghuni Seminari Montfort mulai berbenah. Pembenahan rumah kali ini bertujuan untuk meninggalkan rumah ini untuk selama-lamanya.

Selama tanggal 23-29 Mei, frekuensi pengangkutan dan pengiriman barang menjadi semakin meningkat. Rumah pun semakin cepat tampak kosong, dan misa tanggal 29 Mei di kapel Seminari Montfort sudah merupakan misa mingguan yang terakhir. Banyak umat yang hadir dan boleh dikata sudah sangat membeludak hingga karpet tiba-tiba lebih berfungsi sebagai tempat duduk karena di samping jumlah umatnya yang jauh lebih banyak dari biasanya, juga karena sudah banyaknya kursi-kursi yang diangkut ke Malang. Dua hari setelah misa terakhir itu, tibalah saatnya bagi para frater angkatan 2003 untuk benar-benar meninggalkan rumah itu dan berangkat ke Malang.

Dengan peristiwa pemindahan dari Bandung dan peresmian skolastikat di Malang itu, delegasi SMM menutup suatu babak dan memulai lagi suatu babak yang baru. Uskup Pandoyoputro pada saat pemberkatan mengatakan, “Gedung Seminari Montfort ini diharapkan bukan hanya indah dari segi penampilan lahiriahnya saja, tetapi lebih menjadi sumbangan kekayaan rohani khususnya bagi umat sekitarnya dan Gereja Keuskupan Malang. Pengaruh yang mengalir dari Serikat Maria Montfortan telah dirasakan oleh umat di wilayah Keuskupan Malang terutama melalui perkumpulan rohani Legio Maria. Bukan bangunan dari batu yang akan menentukan, tetapi berlipat gandanya pengaruh rohani yang dibawakannya. Seminari Montfort yang disebut ‘Pondok Kebijaksanaan’ ini menunjuk kepada karya Allah dalam pikiran, hati dan jiwa seluruh penghuninya sendiri dan mengimbas kepada umat yang akan dilayaninya melalui karya pastoral bila ada kesempatan untuk bertemu di dalamnya … Kami yakin bahwa Serikat Maria Montfortan memiliki sistem dan spiritualitas yang mampu membekali, menyiapkan calon-calon imam yang berkualitas yang siap untuk mengambil peran sebagai utusan karya penyelamatan jiwa-jiwa.”

IV. Perkembangan Karya
1. Karya-karya paroki baru di Indonesia
Pada akhir milenium kedua dan awal milenium ketiga, Serikat Maria Montfortan Delegasi Indonesia menorehkan sebuah baris baru dalam catatan sejarah perutusannya di Indonesia

Sejak tiba dan memulai karyanya di Indonesia pada 1939 hingga akhir abad ke-20. para Montfortan memusatkan segala daya dan perhatiannya pada karya pelayanan di wilayah Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat, dan kemudian juga di Keuskupan Bandung. Namun sejarah memang tidak pernah berhenti. Sejarah terus berlangsung seiring dengan perjalanan waktu.

Dalam rentang waktu 60 tahunan itulah, Delegasi SMM Indonesia telah mengalami banyak perkembangan penting. Perkembangan-perkembangan penting itu dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Di satu pihak, para perintis karya misioner Montfortan sungguh telah menenggelamkan diri dalam pembinaan iman umat di Kalimantan dengan segala kemampuan dan kemungkinan yang ada. Mereka sungguh datang tanpa tujuan lain selain untuk berkarya. Saat itu formasi Montfortan muda belum terpikirkan. Di pihak lain, kebutuhan akan perlunya kelanjutan karya misioner Montfortan di Indonesia menantang sekaligus mendorong para Montfortan generasi berikutnya untuk sedikit mengubah “prinsip” yang pernah dipegang oleh para perintis..

Bersamaan dengan kemunculan generasi muda Montfortan, lahir pula kemungkinan-kemungkinan baru dalam melaksanakan karya perutusan Montfortan. Para Montfortan Delegasi Indonesia telah begitu lama berkarya di wilayah Keuskupan Sintang, sehingga pembicaraan tentang Montfortan tidak bisa dilepaskan dari Keuskupan Sintang atau Kalimantan Barat. Montfortan seolah-olah sudah identik dengan Kalimantan Barat. Identifikasi ini bukanlah sesuatu yang negatif. lahir dari kenyataan bahwa para Montfortan generasi terdahulu telah menanamkan dan menghayati semangat misioner yang sangat khas. Meneladani semangat hidup Bapa Pendiri, Santo Montfort, mereka memberikan perhatian istimewa kepada masyarakat sederhana, kepada mereka yang miskin material. Selain itu, mereka juga mempunyai peranan penting dalam membangun Keuskupan Sintang, bahkan uskup pertama Keuskupan Sintang, Mgr. Lambertus van Kessel, adalah seorang Montfortan

Kini identifikasi itu perlahan-lahan mau ditinggalkan. Sikap lepas bebas yang diajarkan Montfort meneguhkan pilihan ini. Santo Montfort dalam Doa yang Menggelora No. 9 berseru, “Bagaikan awan yang melayang tinggi di atas tanah dan penuh embun dari langit, mereka melayang-layang ke mana-mana menurut arah tiupan nafas Roh Kudus … Mereka pergi ke arah Roh meniup mereka. ” Dengan semangat inilah para Montfortan Delegasi Indonesia membuat gebrakan baru. Mereka menerima sebuah paroki baru di Keuskupan Ruteng, Flores Barat. Sebelumnya wilayah paroki baru ini merupakan sebuah stasi Paroki Santo Fransiskus Assisi, Karot. Ketika dimekarkan dan menjadi paroki mandiri, serta mulai ditangani oleh Montfortan, pimpinan keuskupan pun menyetujui nama Santo Montfort menjadi nama pelindung paroki.

Dengan dimulainya karya Montfortan di Keuskupan Ruteng, maka terbukalah jalan ke arah segala kemungkinan, sekurang-kurangnya dalam tiga hal: kelancaran pemindahan novisiat ke Ruteng dan pembangunan gedung novisiat, penerimaan para calon, serta pengembangan dan promosi spiritualitas.

Setelah para Montfortan berkaya di Paroki Poco, para Montfortan kembali dipercayakan oleh Bapak Uskup untuk berkarya di Paroki Mbeling.

Karya parokial para Montfortan terus berkembang; tidak hanya Keuskupan Sintang dan Keuskupan Ruteng, tetapi terus bertambah,yitu Keuskupan Palangkaraya: Paroki Kandui dan Paroki Pir Butong, kemudian Keuskupan Malang: Paroki Pasuruan.

2. Karya-karya luar negeri
Jumlah anggota SMM Indonesia tampaknya berkembang cukup subur. Tahun 2000 Delegasi Indonesia telah memiliki 18 imam. Para Montfortan yang berkarya di negeri tetangga, Papua Nugini, telah membaca perkembangan SMM Indonesia. Para konfrater di Papua Nugini tinggal beberapa orang saja dan pada umumnya dalam usia lanjut. Bapak Uskup Kiunga, Mgr. Gilles Côté, SMM, memohon supaya Indonesia turut mendukung karya misi di sana khususnya dengan mengirimkan tenaga mudanya. Menanggapi permintaan bapak uskup di Kiunga, Delegasi Indonesia menyetujui untuk mengirim misionaris SMM ke Kiunga. Pater Piet Derckx, sebagai superior delegasi, telah mendekati seorang konfraterschapentibuka jalan tumis King, yaitu Pater Mattius Juang, yang pada saat itu sedang berkarya di Paroki Benua Martinus. la dipersiapkan untuk menjadi perintis misi di Kiungu, dengan janji antara Keuskupan Kiungga dan Delegasi SMM Indonesia bahwa sesudah satu tahun akan diadakan evaluasi untuk melihat kemungkinan-kemungkinan pengiriman missionaris Indonesia berikutnya.Pada hari Minggu 20 Mei 2001 misionaris Montfortan Indonesia pertama, PaterMateus Juang berangkat dari Jakarta menuju tanah misi Papua Nugini.

Sebenamya telah bertahun-tahun pimpinan Keuskupan Daru-Kiunga meminta tenaga SMM dari Indonesia melalui Provinsial Belanda. Namun hal ini baru mendapat jawaban pada akhir abad XX ketika diambil keputusan bahwa SMM Delegasi Indonesia akan membuka dan memulai misi baru di Papua Nugini.

Setelah para Montfortan mengutus konfraternya ke Papua New Guinea, panggilan untuk bermisi di luar negeri semakin bertambah. Panggilan itu datang dari Amerika Latin: Ekuador dan Nikaragua, dari Perancis dan Belanda. Maka dengan mempertimbangkan keberadaan tenaga, SMM Indonesia mengirimkan anggota-anggota terbaiknya ke negara-negara tersebut. Masih ada beberapa permintaan tetapi SMM Indonesia belum bisa mengirimkan anggotanya karena masih kekurangan anggota.

V. Evangelisasi a la montfort: Misi umat dan rumah misi
Evangelisasi a la montfort sudah lama digemakan oleh Pastor Superior Jendral di Roma. Evangelisasi a la montfort berarti mencari bentuk-bentuk evangelisasi menurut semangat Santo Montfort sesuai dengan kebudayaan dan situasi setempat (Surat Edaran Pemimpin Umum SMM). SMM Indonesia pun berusaha untuk mencari bentuk-bentuk Evangelisasi a la montfort.

Pada Tahun 2020 Rumah Retret Deo Soli, Putussibau dan Biara Montfort, Menyurai dibentuk menjadi Rumah Misi Montfortan dimana kedua rumah ini menjadi lokomotif untuk melaksanakan misi Montfortan, yaitu para montfortan yang berkeliling untuk memberikan retret umat dari paroki ke paroki. Misi keliling seperti ini sudah dilakukan oleh Santo Montfort, tetapi sekarang disesuaikan dengan situasi dan kondisi zaman dan situasi setempat.

Sebagai langkah awal tim Keliling, yang beranggotankan montfortan di Rumah Misi dan Montfortan di paroki, beberapa kali mengadakan retret umat di paroki Montfortan. Untuk wilahyah Kapuas Hulu (wilayah Keuskupan Sintang) diadakan di Paroki Penampakan Tuhan, Siut dan dilanjutkan ke Paroki Antonius Padua, Mendalam. Di wilayah Sintang, tim Rumah Misi Montfort, menyurai beberapa kali mengadakan misi keliling di Paroki Maria Ratu Rosari, Lebang. Di paroki ini, tim misi keliling, berkeliling dari satu stasi ke stasi lain. Dalam misi ini para Montfortan mengajar katakese untuk anak-anak, remaja, dan dewasa, melatih koor, mengunjungi keluarga-keluarga dan lain-lain.

Antusiasme dara para Montfortan yang melaksanakannya cukup baik. Mereka mengalami berbagai macam pengalaman yang menggugah iman. Dari sisi umat yang dilayani, mereka juga sangat antusias dan merasa bersyukur dengan adanya misi keliling ini karena mereka merasa disapa dan diteguhkan. Banyak pengetahuan dan baru yang mereka dapat dari para Montfortan.

VI. Perubahan dari delagasi ke propinsi
Perkembangan SMM di Indonesia telah nampak baik dalam hal jumlah anggota (kaul kekal dan kaul sementara) maupun dalam kemandirian finansial. Perkembangan ini merupakan perkembangan yang positif yang patut dipertimabangkan, maka Pemimpin Umum SMM dunia, P. Santino Brembilla, SMM bahwa  sejak tanggal 3 Juni 2013 status SMM Indonesia ditingkatkan dari Vice-Province  menjadi Propinsi SMM Indonesia. Peningkatan Status ini mendapat dukungan dari Dewan Jendral dan para peserta pertemuan Anggota Dewan Jendral luar biasa yang berlangsung di Fatima, Portugal, 12 – 19 Mei 2013.

Perkembangan SMM diawali para pendahulu yang diawali dengan pewartaan Kabar Baik di Kalimantan Barat, dibawah panji dan perlindungan Bunda Maria. Dibawah panji dan perlindungan Bunda Maria pula perkembangan SMM akan terus berlanjut.